Minggu, 13 Maret 2022

, ,

Apa Salah Mengidap Epilepsi?


Aku masih ingat hari diriku divonis mengidap epilepsi, di awal tahun 2015 tepatnya. Masih ada rasa tak percaya ketika itu, entah mengapa, entah kenapa, penyebabnya pun aku tak tahu. Banyak sekali kemungkinan yang bisa dijadikan penyebabnya. Mulai dari demam tinggi ketika masih kecil namun tak sampai kejang, sesak nafas yang tak sengaja terjadi, atau hingga insiden tenggelam di Pantai Kuta, Bali pada Study Tour ketika STM lalu.

Saat ini tak ada pilihan lagi selain berdamai dengan penyakit ini, perlahan namun pasti hati mulai menerima. Obat-obatan yang harus diminum setiap hari juga memaksa raga untuk berdamai juga dengan depresan dan beberapa lainnya. Namun seringkali masih ada waktu-waktu yang membuatku sedih, hingga overthingking. Seperti memikirkan bagaimana masa depanku kelak, bagaimana caraku untuk bekerja tanpa membuat epilepsiku kumat, atau sekedar seperti bagaimana melewati hari-hariku tanpa penghasilan.

Mungkin, aku masih belum sepenuhnya berdamai dengan penyakit ini. Masih ada diskriminasi ketika syarat lamaran kerja harus menyertakan surat pernyataan bebas epilepsi. Dari sisi lain mungkin syarat ini memang melindungi bagi kami yang memiliki penyakit ini. Namun masih ada beberapa orang (sebut saja HRD dari perusahaan) yang tanpa alasan jelas memutus kontrak kerja setelah tahu bahwa sang pekerja memiliki penyakit epilepsi.

Entah untuk orang lain, namun bagiku penyakit ini membuatku menjadi beban orangtua. Usia 27 tahun dengan pengalaman kerja hanya selama 1 tahun sebagai sales, dan sejak usia 26 tahun sudah menjadi pengangguran. Kuliah S1 pun tak beres, padahal hanya kurang skripsi saja. Sudah ku lakukan berbagai cara untuk kembali bekerja namun tak mendapatkannya juga. Mungkin aku terlalu pemilih, atau terlalu sensitif saja, mungkin.

Ah, entah lah, memikirkannya pun membuatku pening sendiri. Kini yang bisa ku lakukan paling hanya dengan menuliskan isi kepalaku di dini hari seperti ini. Dan terkadang mencari tempat-tempat dimana aku tidak merasa sendiri lagi. Tentunya juga dengan lingkungan yang positif dan membuatku melupakan hal-hal yang membuatku sedih. Setidaknya aku berusaha untuk tetap waras.