Lamalera terletak di pantai selatan
Pulau Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saat ini Pulau lembata sudah
menjadi kabupaten sendiri yang sebelumnya gabung dengan Kabupaten Flores Timur.
Di hadapannya terbentang laut sawu yang cukup ganas. Sudah sejak dulu
masyarakat Lamalera terkenal sebagai masyarakat nelayan, dan penangkap ikan
paus secara tradisional. Secara administratif desa Lamalera berada di wilayah
Kecamatan Wulandoni, di perkampungan tersebut lamalera terbagi menjadi dua desa
yaitu Desa Lamalera A dan Desa Lamalera B dengan jumlah penduduk kurang lebih
2.000 jiwa.
Dulunya kampung Lamalera merupakan
kampung terpencil, terisolasi dan jauh dari keramaian, saat ini sudah mulai ada
pembangunan PLN dan pembuatan jalan aspal untuk memudahkan alat tranportasi.
Kampung-kampung Lamalera pun dibangun di atas batu cadas dan karang tepat di
kaki atau di lereng bukit atau gunung. Desa Lamalera dengan panorama alam
pegunungan yang sedikit gersang serta deruhnya ombak pantai selatan, topografinnya
yang bergunung-gunung dan bebatuan dan disertai dengan kemiringan yang cukup
terjal yang menantang hidup dan kehidupan orang Lamalera.
Perburuan ikan paus di dunia kini sudah
dilarang, dikarenakan ikan paus disebut-sebut terancam punah apabila terus
diburu oleh para nelayan. Namun di Lamalera masih diperbolehkan untuk melakukan
perburuan paus. Selain di Indonesia, tempat lainnya adalah di Negara Kanada
menurut National Geographic yang diperbolehkan melakukan perburuan paus.
Menurut pandangan internasional juga dikarenakan bahwa perburuan paus ini
merupakan perburuan paus tradisional, dan sudah menjadi budaya masyarakat
Lamalera sendiri dari generasi ke generasi.
Dilihat dari segi tradisinya, ritual
perburuan paus ini memiliki nilai religius di setiap aspeknya. Mulai dari
persiapan, pembuatan kapal, pengangkatan layar, sampai pelemparan tombak,
semuanya mengucap doa terlebih dahulu. Menjelang perburuan, diadakan upacara
adat sekaligus misa untuk memohon berkah dari sang leluhur serta mengenang para
Arwah nenek moyang mereka yang gugur di medan Bahari bergelut dengan sang paus.
Upacara dan Misa atau biasa disebut lefa dilaksanakan setiap tanggal 1 Mei.
Dalam kepercayaan para lamafa, perahu yang digunakan untuk perburuan ikan paus
sudah dianggap seperti istri sendiri.
Secara resminya penangkapan ikan paus
terjadi pada bulan Mei-November, namun tak jarang juga bulan Desember-April
nelayan lamalera tetap melakukan penangkapan paus ketika paus tersebut melewati
perairan laut Sawu. Hal ini bukan bearti melanggar adat yang sudah di tetapkan,
di mana pada bulan-bulan tersebut orang Lamalera menamakan bulan perburuan atau
yang disebut dengan baleo. Musim Lefa ini merupakan waktu khusus untuk melaut,
serta berburu ikan paus dan ikan -ikan besar kainnya seperti lumba-lumba, hiu,
pari. Di saat musim inilah masyarakat Lamalera beramai-ramai pergi melaut.
Menurut mereka di musim-musim inilah ikan-ikan besar sering muncul dan bermain
menampakan dirinya di permukaan Laut Sawu.
Masyarakat Lamalera pada prinsipnya untuk
berburu menggunakan cara tradisional, untuk menangkap Paus atau biasa disebut
Kotoklema (Sperm Whale/Physeter macrocephalus) menggunakan perahu layar yang
menurut bahasa daerah Lamalera disebut peledang. Perahu layar tersebut
dilengkapai dengan alat tikam/tombak yang disebut tempuling, tali panjang (tali
leo), yang ikatkan pada mata tombak (tempuling), dan ditambah bambu sepanjang 4
meter sebagai alat bantu tikam. Dalam satu peledang biasanya di muati oleh 7 awak
dan orang yang khusus memegang peranan dalam menikam paus adalah juru tikam
yang disebut lamafa.
Peledang didisain tanpa ada penutup agar
para awak kapal dapat memantau ikan yang muncul kepermukaan. Setelah sudah
terlihat maka peledadang akan mendekati ikan tersebut dan juru tikam angkat tempuling
dan siap untuk menancapkan tempuling tersebut tepat kebagian jantung paus
tersebut, biasanya tiakaman sampai 4 kali atau bahkan lebih. Ketika tikaman
pertama ini merupakan saat–saat yang paling berbahaya bagi para awak peledang
karena paus akan berontak dan mengamuk, tak jarang perahu peledang akan di bawa
oleh paus ke dalam laut atau terbalik balik bahkan dihancurkan oleh oleh kepala
atau ekor paus.
Tantangan seorang lamafa saat
menaklukkan paus terjadi ketika akan menghunjamkan tombak. Untuk koteklema,
tombak dihunjamkan tepat di belakang kepala karena di situlah bagian yang
lunak. Sebaliknya, memburu seguni lebih sulit karena para nelayan Lamalera
mengincar bagian ketiaknya agar tempuling bisa menusuk langsung ke jantung paus
pembunuh itu. Tikaman pertama merupakan peristiwa yang amat krusial. Nyawa
lamafa dan awak perahu menjadi taruhan. Sebab, satu sabetan ekor paus bisa
seketika menghancurkan perahu nelayan. Para nelayan harus menunggu sampai paus
itu lemas. Biasanya paus akan lemas setelah 45–50 menit. Darah akan menggenangi
laut dan paus akan kembali ke permukaan.
Saat itu paus akan didekati dan awak
perahu terjun ke laut untuk melakukan tikaman dengan pisau. Jika perlu, tikaman
bisa dilakukan hingga berkali-kali. Tujuannya, memastikan paus itu mati saat
dibawa ke darat.Selain perburuannya yag menegangkan, pembagian daging paus
hasil buruan juga merupakan pemandangan yang menarik. Pembagian daging paus
merupakan tradisi turun-temurun yang ditaati oleh semua orang Lamalera,
sehingga dipastikan tidak ada rebutan saat daging itu dipotong. Intinya, pihak
yang memiliki keterkaitan dengan Desa Lamalera, dengan perahu yang mendapatkan
paus, akan mendapatkan haknya. Semua bagian paus adalah penting dan terpakai
semua antara lain adalah daging, kulit, lemak, darah, dan tulang. Ketika ada
satu ekor paus ditikam maka semua masyarakat Lamalera akan mendapatkan jatah
semua, walaupun tidak ikut kelaut, karena bisa dibarter dengan ikan lain atau
hasil bumi.
Untuk mereka yang berburu di laut, sudah
ada aturan pembagiannya. Selain peledang, ada juga perahu perahu dengan motor
yang mengikuti perburuan. Jika di peledang ada sembilan awak perahu dan di
perahu motor ada dua awak, mereka semua mendapatkan haknya. Para awak perahu
mendapatkan bagian paus yang diistilahkan dengan meng. Untuk meng ini, banyak
bagian yang bisa dipotong dan dibagi-bagikan ke awak perahu. Bagian sirip kanan
dan kiri, masing-masing untuk rumah adat dan lamafa. Bagian kepala diberikan
kepada lango fujo atau suku tuan tanah. Ekor dibagi menjadi banyak bagian
karena di sana terdapat hak lamafa, laba ketilo, matros, lamauri. Para janda juga
mendapatkan hak daging paus, karena mereka juga sering menyumbang makanan dan
rokok.
Source :http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/03/lembata-lamera-dan-perburuan-paushttp://indonesiaindonesia.com/f/91282-tradisi-menangkap-ikan-paus-lamalera-and/